PADA SUATU HARI
Karya : ARIFIN C. NOOR
Ijin Penyiaran dan pementasan pada Teater Kecil Jakarta
Para Tokoh:
Nenek
Kakek
Pesuruh
Janda, Nyonya Wenas
Arba, Sopir
Novia
Nita
Meli
Feri
SANDIWARA INI DIMULAI DENGAN MENG-EXPOSE LEBIH DULU:
1. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA PACARAN
2. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA KAWIN
3. POTRET KAKEK DAN NENEK DENGAN ANAK-ANAK
4. POTRET KELUARGA BESAR
5. POTRET KAKEK TUA
6. POTRET NENEK TUA
7. MAIN TITLE ETC-ETC
lihat juga: pada suatu hari 12-20 (Tamat)
Kakek dan Nenek duduk berhadapan.
Beberapa saat mereka saling memandang, Beberapa saat mereka saling tersenyum. Suatu saat mereka sama-sama menuju ke sofa, duduk berdampingan, seperti sepasang pemuda dan pemudi. Setelah mereka ketawa kembali mereka duduk berhadapan. Lalu beberapa saat saling memandang, tersenyum, lalu ke sofa lagi duduk berdampingan, seperti pepasang pengantin, malu-malu dan sebagainya, demikian seterusnya..
TIGA
Kakek Sekarang kau nyanyi.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Seperti dulu.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Nyanyi seperti dulu.
Nenek (Malu)
Kakek Sejak dulu kau selalu begitu.
Nenek Habis kaupun selalu mengejek setiap kali saya menyanyi.
Kakek Sekarang tidak, sejak sekarang saya tidak akan pernah mengejek kau lagi.
Nenek Saya tidak mau menyanyi.
Kakek Kapanpun?
Nenek Kapanpun.
Kakek Juga untuk saya.
Nenek Juga untuk kau.
Kakek Sama sekali?
Nenek Sama sekali.
Kakek Kau kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau
Karya : ARIFIN C. NOOR
Ijin Penyiaran dan pementasan pada Teater Kecil Jakarta
Para Tokoh:
Nenek
Kakek
Pesuruh
Janda, Nyonya Wenas
Arba, Sopir
Novia
Nita
Meli
Feri
SANDIWARA INI DIMULAI DENGAN MENG-EXPOSE LEBIH DULU:
1. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA PACARAN
2. POTRET KAKEK DAN NENEK KETIKA KAWIN
3. POTRET KAKEK DAN NENEK DENGAN ANAK-ANAK
4. POTRET KELUARGA BESAR
5. POTRET KAKEK TUA
6. POTRET NENEK TUA
7. MAIN TITLE ETC-ETC
lihat juga: pada suatu hari 12-20 (Tamat)
Kakek dan Nenek duduk berhadapan.
Beberapa saat mereka saling memandang, Beberapa saat mereka saling tersenyum. Suatu saat mereka sama-sama menuju ke sofa, duduk berdampingan, seperti sepasang pemuda dan pemudi. Setelah mereka ketawa kembali mereka duduk berhadapan. Lalu beberapa saat saling memandang, tersenyum, lalu ke sofa lagi duduk berdampingan, seperti pepasang pengantin, malu-malu dan sebagainya, demikian seterusnya..
TIGA
Kakek Sekarang kau nyanyi.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Seperti dulu.
Nenek (menggeleng sambil tersenyum manja)
Kakek Nyanyi seperti dulu.
Nenek (Malu)
Kakek Sejak dulu kau selalu begitu.
Nenek Habis kaupun selalu mengejek setiap kali saya menyanyi.
Kakek Sekarang tidak, sejak sekarang saya tidak akan pernah mengejek kau lagi.
Nenek Saya tidak mau menyanyi.
Kakek Kapanpun?
Nenek Kapanpun.
Kakek Juga untuk saya.
Nenek Juga untuk kau.
Kakek Sama sekali?
Nenek Sama sekali.
Kakek Kau kejam. Saya sangat sedih. Saya mati tanpa lebih dulu mendengar kau
menyanyi.
Nenek Sayang,
kenapa kau berfikir kesana? Itu sangat tidak baik, lagi tidak ada gunanya.
Sayang
, berhenti kau berfikir tentang hal itu.
Kakek Mati saya tidak bahagia karena kau
tidak maumenyanyi. Ini memang salah saya.
Tetapi kalau sejak
dulu kau cukup mengerti bahwa saya memang sangat memainkan kau, tentu kau bisa
memaafkan segala macam ejekan-ejekan saya. Tuhan, saya kira saya akan
menghembuskan nafas saya yang terakhir tatkala kau sedang menyanyikan sebuah
lagu ditelinga saya.
Nenek Sayang saya mohon berhentilah kau berfikir mengenai hal
itu. Demi segala-galanya berhentilah. Tersenyumlah lagi seperti biasanya.
Kakek Saya akan tersenyum kalau kau mau
mengucapkan janji.
Nenek Tentu, tentu.
Kakek Kau mau menyanyi.
Nenek Tentu, sayang, tentu.
Kakek Kapan?
Nenek Suatu ketika.
Kakek Sebelum saya mati?
Nenek Ya, sayang, ya, sayang.
Kakek Sekarang.
Nenek Tentu, tentu.
Kakek Kau mau menyanyi.
Nenek Tentu, sayang, tentu.
Kakek Kapan?
Nenek Suatu ketika.
Kakek Sebelum saya mati?
Nenek Ya, sayang, ya, sayang.
Kakek Sekarang.
Nenek Tidak mungkin, sayang, kau tahu saya sedikit flu karena
pesta beberapa hari yang lalu?
Kakek (Tertawa)
U, saya baru ingat sekarang.
Nenek Selalu kau begitu. Selalu kau tak pernah ambil pusing setiap kali saya sakit.
Kakek Kau melebih-lebihkan.
Nenek Tapi acap kali kau begitu. Kalau saya batuk baru setelah satu minggu kau tahu.
Nenek Selalu kau begitu. Selalu kau tak pernah ambil pusing setiap kali saya sakit.
Kakek Kau melebih-lebihkan.
Nenek Tapi acap kali kau begitu. Kalau saya batuk baru setelah satu minggu kau tahu.
Kakek Ya,
saya akui saya acap kali terlalu asyik dengan diri sendiri. Saya akui. Saya
minta dimaafkan supaya sorga saya tidak tertutup, supaya kubur saya…….
Nenek Sayang, saya tidak mau memberi maaf kalau kau tidak mau
juga berhenti menyebut-nyebut soal kematian.
Kakek Maaf, tidak lagi.
Nenek Sekarang saya akan memaafkan kau dengan satu syarat.
Kakek Apa?
Nenek Kau harus menyanyi.
Kakek (menggelengkan kepalanya)
Nenek Kalu begitu, kau tak saya maafkan.
Kakek Dan sorga saya…?
Nenek Mungkin, tertutup.
Kakek Baik, saya akan menyanyi. Tapi separo. Kalau terlalu lama nanti saya batuk.
Nenek Tidak. Satu lagu.
Kakek Nanti batuk.
Nenek Sekarang saya akan memaafkan kau dengan satu syarat.
Kakek Apa?
Nenek Kau harus menyanyi.
Kakek (menggelengkan kepalanya)
Nenek Kalu begitu, kau tak saya maafkan.
Kakek Dan sorga saya…?
Nenek Mungkin, tertutup.
Kakek Baik, saya akan menyanyi. Tapi separo. Kalau terlalu lama nanti saya batuk.
Nenek Tidak. Satu lagu.
Kakek Nanti batuk.
Nenek Setiap kali kau bilang begitu, padahal kau memang pintar
menyanyi. Dan kau selalu menghabiskan sebuah lagu dengan sempurna tanpa batuk.
Kakek Satu lagu?
Nenek Ayolah, sayang. Penonton sudah tidak sabar lagi menunggu
sang penyanyi.
(Kemudian Kakek menyanyi du tiga baris dari no other love stand – chen Schubert atau lainnya dan selebihnya play back. Begitu lagu berakhir Nenek bertepuk tangan dengan semangat.)
(Kemudian Kakek menyanyi du tiga baris dari no other love stand – chen Schubert atau lainnya dan selebihnya play back. Begitu lagu berakhir Nenek bertepuk tangan dengan semangat.)
Nenek Suara
kau tidak pernah berubah.
Kakek Mana album kesatu? Saya ingin melihat gambar saya ketika
saya menyanyi di depan umum dimana kau juga ikut mendengarkan. Kau ingat kapan
itu.
Nenek Ketika
itu kau baru saja lulus propaedus. Kau sombong betul ketika itu.
Kakek Kau juga. Sepicingpun kau tak pernah membalas pandang saya.
Nenek Habis pandangan kau nakal.
Kakek Habis kau juga suka mencuri pandang.
Nenek Kau sudah terlalu pintar berciuman ketika pertama kali kau mencium saya.
Kakek Kau juga. Sepicingpun kau tak pernah membalas pandang saya.
Nenek Habis pandangan kau nakal.
Kakek Habis kau juga suka mencuri pandang.
Nenek Kau sudah terlalu pintar berciuman ketika pertama kali kau mencium saya.
Kakek Saya
memang pintar berkhayal. Setiap kali saya menonton saya selalu mengkhayalkan
adegan ciuman secara amat terperinci.
EMPAT
Pesuruh Ada tamu, nyonya besar.
Nenek Siapa?
Pesuruh Nyonya Wenas, nyonya.
Pesuruh Ada tamu, nyonya besar.
Nenek Siapa?
Pesuruh Nyonya Wenas, nyonya.
Nenek (Melirik pada Kakek ) Nyonya janda itu (kepada pesuruh) Sebentar saya ke depan.
Pesuruh exit.
Nenek Kau
surati dia?
Kakek Tidak.
Nenek Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek Saya tidak tahu.
Nenek Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.
LIMA
Kakek Seharusnya dia tidak perlu datang kemari.
Kakek Tidak.
Nenek Kau bohong. Bagaimana dia bisa tahu tentang pesta kita?
Kakek Saya tidak tahu.
Nenek Kau bohong (Exit) Demam saya mulai kambuh.
LIMA
Kakek Seharusnya dia tidak perlu datang kemari.
\ Kemudian Kakek mondar-mandir sambil
bersungut-sungut.
Kakek Saya
takut dia betul-betul demam karena kedatangan janda itu. Ah. Lebih baik saya
menyingkir ke ruang baca. (Exit)
ENAM
Nenek Kami sangat berharap sekali nyonya hadir kemarin. Suami
saya juga heran kenapa nyonya tidak datang kemudian.
Janda Kami sakit.
Nenek Kami? Maksud nyonya….
Nenek Kami? Maksud nyonya….
Janda Ya, saya dan anjing saya sakit. Setiap kali saya sakit
anjing saya juga ikut sakit. Saya agak senang karena sekarang saya agak sembuh,
tetapi Bison agak parah sakitnya.
Nenek Kasihan. Sayang. (Heran
suaminya tidak ada). Dimana kau? Dia tadi disini. Sebentar, nyonya (beseru) Onda, dimana kau? (Exit)
TUJUH
Sambil mengamati ruangan tengah itu nyonya
Wenas membenahi dirinya.
Janda Terlaknat
saya, kenapa saya jadi gemetar?
DELAPAN
Pesuruh muncul membawa minuman, ketika
pesuruh itu akan pergi,
Janda Nanti dulu.
Pesuruh Ya, nyonya.
Janda Siapa yang memilih minuman ini?
Pesuruh Saya sendiri, nyonya, kenapa?
Janda Ini memang kesukaan saya.
Pesuruh Menyenangkan sekali. silahkan minum, nyonya.
Janda (Minum) Segar bukan main. Bagaimana kau tahu saya suka minuman ini?
Pesuruh Ya, nyonya.
Janda Siapa yang memilih minuman ini?
Pesuruh Saya sendiri, nyonya, kenapa?
Janda Ini memang kesukaan saya.
Pesuruh Menyenangkan sekali. silahkan minum, nyonya.
Janda (Minum) Segar bukan main. Bagaimana kau tahu saya suka minuman ini?
Pesuruh Tuan besar sering menceritakan perihal
nyonya kepada saya. Dan ketika saya tahu nyonya datang, segera saya buatkan
minuman itu. Selamat minum nyonya.
Janda Nanti dulu.
Pesuruh Ya, nyonya?
Janda Tuan besar masih suka…
Pesuruh Menyirami kaktus?
Janda Ya?
Pesuruh Ya, nyonya?
Janda Tuan besar masih suka…
Pesuruh Menyirami kaktus?
Janda Ya?
Pesuruh Tidak, nonya, tapi tuan besar menyirami
seluruh bunga sekarang, setiap pagi dan sore. Memang tengah malam seringkali
diam-diam ia menyirami kaktus yang ditaruh di dalam kakus. Maaf nyonya, saya
harus ke dalam.
SEMBILAN
Nenek Selamat datan, nyonya.
Janda Selamat atas….
Kakek Terima kasih. Maaf , nyonya Tampubolon?
Nenek Kau pelupa benar.
Kakek Siapa bilang, Nyonya pasti nyonya Mangandaralam.
Nenek Sayang, ini nyonya Wenas.
Kakek Ya, saya maksud nyonya Wnas. Apa kabar suami nyonya?
Nenek Maaf, Nyonya. Sayang, tuan Wenas telah meninggal sebelas tahun yang lalu.
Kakek Maafkan kau benar sayang. Daya ingat saya jelek sekali. maafkan nyonya.
Janda Tidak apa.
Nenek (Berseru) Joni.!
Pesuruh Ya, nyonya.
Nenek Bawa minuman ini ke dalam.
Pesuruh membawa minuman tadi ke dalam.
Kakek Baik-baik nyonya?
Janda Berkat doa tuan dan nyonya. Tuan sendiri?
Kakek Berkat doa nyonya.
Nenek Nyonya suka minum jeruk?
Janda Minuman apa saja saya suka. Tapi es susu saya paling uka.
Kakek Saya sendiritidak begitu, tapi……..
Nenek Kita berdua minum jeruk saja. Kita flue (Berseru) Joni!
Pesuruh Ya, nyonya.
Nenek Bikin es susu dan dua gelas jeruk panas.
Pesuruh Dua es susu dan satu gelas jeruk panas, maksud nyonya?
Nenek Dua es jeruk satu susu panas.
Kakek Bagaimana anak-anak nyonya?
Janda Berkat doa tuan dan nyonya. Tuan sendiri?
Kakek Berkat doa nyonya.
Nenek Nyonya suka minum jeruk?
Janda Minuman apa saja saya suka. Tapi es susu saya paling uka.
Kakek Saya sendiritidak begitu, tapi……..
Nenek Kita berdua minum jeruk saja. Kita flue (Berseru) Joni!
Pesuruh Ya, nyonya.
Nenek Bikin es susu dan dua gelas jeruk panas.
Pesuruh Dua es susu dan satu gelas jeruk panas, maksud nyonya?
Nenek Dua es jeruk satu susu panas.
Kakek Bagaimana anak-anak nyonya?
Nenek Sayang, Nyonya dan tuan Wenas tidak diberkahi putera.
Kenapa kau bertanya begitu?
Kakek Maaf, saya lupa. Maksud saya apa
tujuan nyonya datang kemari?
Nenek Maafkan suami saya, Nyonya. Kadangkala dia amat kaar,
tapi sebenarnya dia lelaki yang amat lembut.
Janda Betul, nyonya. Onda adalah lelaki yang amat lembut,
malah sangat amat lembut. Onda selalu cermat dalam memilih kata-kata dan juga
saya kira ia tidak pernah memakai tanda seru selama hidupnya.
Kakek Kita minum apa? Nyonya suka….
Nenek Onda, kita baru saja memesan minuman (menyeret) Tingkahmu
berlebihan sehingga memuakkan.
Kakek Kausendiri yang menyuruh agar saya berlaku pura-pura
tidak kenal kepada nyonya itu.
Nenek Ya,
tapi kau berlebihan. Kau kurang wajar.
Kakek Susah.
Kalau saya wajar kau marah. Kalau saya berlebihan kau juga marah. Kalau saya
jumput di perpustakaan kau juga marah. Saya tidak tahu bagaimana supaya kau
tidak marah dan saya tidak mau marah agar kau tidak marah.
Nenek Pendeknya
berlakulah sedikit agak sopan.
Kakek Saya coba.
Kakek Saya coba.
Nenek Kendorkan urat wajahmu.
Sementara itu pesuruh telah menyajikan minuman di atas meja dan baru saja akan melangkah pergi.
Sementara itu pesuruh telah menyajikan minuman di atas meja dan baru saja akan melangkah pergi.
Kakek Udara sangat baik akhir-akhir ini, di rumah
nyonya sering turun hujan?
Janda Ya, terutama belakangan ini.
Nenek Memang musim hujan.
JAnda Dan terutama kalau sore.
Kakek Seperti di rumah kita, tidak begitu, sayang?
Janda Ya, terutama belakangan ini.
Nenek Memang musim hujan.
JAnda Dan terutama kalau sore.
Kakek Seperti di rumah kita, tidak begitu, sayang?
Nenek Tentu saja. Kalau di rumah nyonya Wenas jatuh hujan di
rumah kitapun turun hujan, sebab nyonya dan kita satu kota, bahkan satu wilayah
kecamatan.
Kakek memang
satu kota, satu kecamatan. Tidak begitu nyonya eh, siapa? O ya nyonya Wenas?
Tidak begitu?
Janda Ya, kita
satu kota.
Kakek Mari kita minum, satu kota mari.
Nenek Silahkan, nyonya.
Kakek (Setelah minum) Alangkah hangat es jeruk ini.
Nenek Ya, silahkan, nyonya. Nyonya tidak suka?
Janda (Menjerit) Alangkah sejuknya. Terima kasih.
Kakek Sejak kapan nyonya suka es susu yang panas?
Janda Sejak, sejak kemarin. Ya, kemarin.
Kakek Kami sendiri menyukai wedang jeruk yang sejuk baru saja. Tidak begitu sayang?
Nenek Ya.
Kakek Mari kita minum, satu kota mari.
Nenek Silahkan, nyonya.
Kakek (Setelah minum) Alangkah hangat es jeruk ini.
Nenek Ya, silahkan, nyonya. Nyonya tidak suka?
Janda (Menjerit) Alangkah sejuknya. Terima kasih.
Kakek Sejak kapan nyonya suka es susu yang panas?
Janda Sejak, sejak kemarin. Ya, kemarin.
Kakek Kami sendiri menyukai wedang jeruk yang sejuk baru saja. Tidak begitu sayang?
Nenek Ya.
Janda Terus terang saya sangat kagum pada nyonya. Saya tidak
pernah melihat nyonya bertambah tua.
Nenek Nyonya
berlebihan.
Janda Saya sungguh-sungguh, nyonya.
Nenek Kalau begitu saypun berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Janda Saya sungguh-sungguh, nyonya.
Nenek Kalau begitu saypun berterus terang. Nyonya semakin tua semakin cantik.
Kakek Memang (Nenek
melotot). Maksud saya, maksud saya ketuaan itu hanya timbul apabila kita merasa
tua. Adapun tua itu sendiri hanya hasil dari suatu penjabaran, hanya sayangnya
penjabaran tersebut dilakukan oleh waktu, sehingga menyebabkan kurang enak kita
terima konsekwensinya.
Nenek Saya kira
tidak begitu. Tua adalah konsekwensi dari kesadaran kita.
Kakek Ya,
kalau saja kita punya matematika, kita tidak akan pernah tua. Juga kalau saja
kita tidak punya jam kita tidak akan pernah tua.
Janda Tapi kita
punya matahari.
Nenek Itu susahnya.
Kakek Takdir. Sekarang mari kita minum seakan kita tidak punya matahari.
Janda Alangkah sejuknyausu pana ini.
Kakek Alangkah panasnya es jeruk ini. Tidak begitu, sayang?
Nenek Ya.
Janda Tapi kalau kita tidak punya matahari kitapun tak akan pernah punya bulan.
Nenek Juga kita tidak akan punya iang hari dan rematik kau akan lebih parah lagi.
Janda Kita tidak akan punya siang dan punya malam.
Kakek Kalau begitu?
Nenek Lebih baik punya matahari daripada sama sekali tak punya apa-apa.
Kakek Ya, dan itu berarti tuapun merupakan rahmat.
Janda Tidak, bukan rahmat tapi “apa boleh buat”
Nenek Itu susahnya.
Kakek Takdir. Sekarang mari kita minum seakan kita tidak punya matahari.
Janda Alangkah sejuknyausu pana ini.
Kakek Alangkah panasnya es jeruk ini. Tidak begitu, sayang?
Nenek Ya.
Janda Tapi kalau kita tidak punya matahari kitapun tak akan pernah punya bulan.
Nenek Juga kita tidak akan punya iang hari dan rematik kau akan lebih parah lagi.
Janda Kita tidak akan punya siang dan punya malam.
Kakek Kalau begitu?
Nenek Lebih baik punya matahari daripada sama sekali tak punya apa-apa.
Kakek Ya, dan itu berarti tuapun merupakan rahmat.
Janda Tidak, bukan rahmat tapi “apa boleh buat”
Kakek Apa boleh buat mari kita minum lagi.
Mereka minum dan omong seperti tadi.
Janda Tua dan
tidak tua tetap saja ama, kaktus, misalnya.
Nenek Ya, kaktus memang tetap kaktus kaku dan berduri kapanpun.
Nenek Ya, kaktus memang tetap kaktus kaku dan berduri kapanpun.
Kakek Saya
jadi ingat Old Shatterhand dengan Winnetou, bagaimana keduanya merangkak di
atas padang rumput sambil membaui udara yang mengantarkan bau musuh, atau
bagaimana mereka mendengarkan bentak-bentakan kaki kuda musuh dari jarak
ber-mil-mil. Kaktus-kaktus liar banyak bertumbuhan di Amerika.
Janda Indahnya.
Nenek Apa tidak indah kemeriahan flamboyant, yang mampu
menciptakan jalan selalu diliputi senja?
Kakek Saya
kira lebih indah, juga lebih bermanfaat. Kita bahkan bisa berteduh di bawah
cahaya kuning merahnya.
Janda Tapi
flamboyant saya kira terlalu mewah dan kurang sederhana.
Nenek Kaktus memang selalu kesepian.
Janda Memang ia kurang dihiraukan orang.
Nenek Lantaran berbahaya.
Nenek Kaktus memang selalu kesepian.
Janda Memang ia kurang dihiraukan orang.
Nenek Lantaran berbahaya.
Kakek Bagaimana kalau
kita beralih kepada bunga bank saja. Ini lebih langsung menyangkut kepentingan
ekonomi kita.
Janda Sayang sekali
kita telah sepakat menerima kehadiran matahari, sehingga saya kini telah
ditegurnya. Sudah cukup lama.
Janda ……Saya di jamu di sini. Saya minta diri sekali lagi
saya mengucapkan selamat ata perkawinan emas tuan dan nyonya.
Sayang sekali dia sedang sakit: saya harus segera pulang.
Sayang sekali dia sedang sakit: saya harus segera pulang.
Nenek Terima
kasih banyak ata kunjungan nyonya.
Kakek Terima kasih banyak. Salam pada suami nyonya.
Janda Terima kasih (Sambil pergi) Bisonku.
SEPULUH
Kakek Terima kasih banyak. Salam pada suami nyonya.
Janda Terima kasih (Sambil pergi) Bisonku.
SEPULUH
Perang bisu meletus antara Kakek dan Nenek.
SEBELAS
Kakek Kenapa kau diam begitu?
Nenek diam saja.
Kakek Kenapa kau begitu diam?
Nenek Kau juga begitu.
Kakek Kenapa?
Nenek Kau juga kenapa?
Kakek Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata seru.
Kakek Kenapa kau diam begitu?
Nenek diam saja.
Kakek Kenapa kau begitu diam?
Nenek Kau juga begitu.
Kakek Kenapa?
Nenek Kau juga kenapa?
Kakek Sayang, adalah tidak baik kita bubuhi pesta emas dengan kata-kata seru.
Nenek Kau sendiri yang membubuhinya. Kau rusak bunga-bunga
pesta kita dengan kaktus-kaktu pacar kau.
Kakek Sejak
muda kau begitu yakin seakan saya pernah punya hubungan percintaan dengan
perempuan tadi. Saya heran kenapa kau begitu berhasil menciptakan tokoh yang
fantatis itu menjadi tokoh yang seolah nyata dalam diri kau sehingga tokoh itu
mampu mempermainkan kau sendiri selama hidup kau.
Nenek Bukan fantastis. Tapi memang dia tokoh fantasi kau bahkan
sampai saat kau tua (Menangis) Sengaja kau suruh Joni menyiapkan segera minuman
kesukaannya begitu dia datang.
Kakek Siapa? Saya? Menyuruh Joni? Minuman
apa?
Nenek Kau menyuruh Joni membuat es susu begitu nyonya janda itu datang.
Kakek Tidak. Saya tidak menyuruh Joni.
Nenek Kau menyuruh Joni membuat es susu begitu nyonya janda itu datang.
Kakek Tidak. Saya tidak menyuruh Joni.
Nenek Kau lakukan itu ketika saya sedang menemui dia tadi
ketika kau menyingkir dari dari sini tadi dan kemudian kau sembunyi ke kamar
baca.
Kakek Tidak,
sayang, dari sini tadi saya langsung ke kamar baca dan kemudian saya asyik
membaca mengenai para psikologi. Ketika kau datang tepat saya sampai pada
baris-baris mengenai telepati. Saya ingat betul.
Nenek Kau
bohong.Kakek Kalau tidak percaya kau boleh memanggil Joni (Berseru) J o n i !