Harga terjangkau Vivo y27s selengkapnya👉
close
Banner iklan disini

NYONYA-NYONYA Karya Wisran hadi - di Teras bagian 1

Dipentaskan kedua kalinya oleh Akademi Seni Kebangsaan Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta pada 2 dan 3 maret 2004 di teater Kecil Taman Ismail Marzuki Naskah ini dipersembahkan kepada Istri tercinta, Putri Reno Raudha Thaib DRAMATIC PERSONAE TUAN Pedagang Barang Antik NYONYA Istri Kedua Datuk PONAKAN A Kemenakan Suami Nyonya PONAKAN B Kemenakan Suami Nyonya PONAKAN C Kemenakan Suami Nyonya
Dipentaskan pertama kali oleh Akademi Seni Kebangsaan  Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia pada Maret 2004 di Auditorium Tuanku Abdul Rahman, Pusat Pelancongan Malaysia, Kuala Lumpur
Dipentaskan kedua kalinya oleh Akademi Seni Kebangsaan  Kemantrian Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia bekerjasama dengan Dewan Kesenian Jakarta pada 2 dan 3 maret 2004 di teater Kecil Taman Ismail Marzuki
Naskah ini dipersembahkan kepada Istri tercinta, Putri Reno Raudha Thaib
DRAMATIC PERSONAE
TUAN                         Pedagang Barang Antik
NYONYA                  Istri Kedua Datuk
PONAKAN A                        Kemenakan Suami Nyonya
PONAKAN B                        Kemenakan Suami Nyonya
PONAKAN C                        Kemenakan Suami Nyonya
ISTRI                          Istri Tuan
NYONYA-NYONYA Karya Wisran hadi - di Teras bagian 1

DI TERAS

TUAN
Drastis! Perubahan cuaca memang sulit dipastikan, walau pun televisi setiap malam mengumumkan ramalannya. Sulitnya di sini, mereka meramal tanpa memperhitungkan kondisi-kondisi lain. Akibatnya, yang jadi korban selalu saja orang-orang seperti saya. Berdiri berjam-jam sejak senja, taksi tak ada yang lewat, dan malam tiba-tiba saja turun!

Mestinya pedagang barang antic seperti saya harus dilindungi dari bencana alam yang datang mendadak. Bukan hanya karena langkanya pedagang barang antic, tapi karena barang antik itu sendiri yang sudah langka sekarang.

Tetapi, ah! Orang-orang itu! jangankan untuk melindungi saya, mereka datang ke sini maunya hanya duduk, berderet-deret dalam gelap lagi – berbisik menggunjungkan saya dan menunggu-nunggu tindakan apa lagi yang akan saya lakukan.

NYONYA (Mematikan Tape Recorder dan datang dengan berang menemui Tuan)
Bagus sekali, Tuan! Bagus. Tenu Tuan sudah menyusun alas an pula untuk dapat berdiri di teras rumahku ini. Hari telah malam, taksi tidak ada yang lewat, ramalan TV meleset dan sebagainya, dan sebagainya! Apa kata orang-orang itu nanti, kalau mereka melihat Tuan terus berdiri di sini. Kalau disangka Tuan sedang bermain drama ya…. Mungkin tidak apa-apa. Tapi, kalau mereka menyangka Tuan sedang mengintai saya yang sedang berdandan di kamar kan susah. Ekor persoalannya, Tuan. Ekornya.

TUAN
Maaf, Nyonya. Kalau ada taksi, saya akan segera angkat kaki.

NYONYA
Kemarin Tuan berdiri di pekarangan rumahku sendirian. Dengan berbagai alas an, Tuan telah memaksaku menjual satu meter persegi untuk tempat Tuan berdiri, dengan janji akan menjaga keperluan-keperluan dan hakku terhadap teras dan rumahku.

TUAN
Nyonya boleh marah, tapi dalam keadaan seperti sekarang tidak baik. Bagaimana pun marahnya Nyonya, mengingat kondisi-kondisi tertentu kemarahan itu harus ditunda dulu. Bila keadaan sudah normal, barulah Nyonya boleh menyesuaikan marah Nyonya dengan keadaan itu.

NYONYA
Tuan mengira teras rumahku ini halte bus!? Tak useh ye! Ayo pergi! jangan berdiri di situ! Pergi! namaku tidak boleh cacat di mata umum. Berapa kali harus kukatakan pada Tuan! Namaku, namaku! Apa semua pedagang barang antic selalu tuli!?

TUAN
Tenggang rasa sedikit, Nyonya. Saya hanya sebentar saja.

NYONYA
Yang sebentar itu yang berbahaya, Tuan! Aduh… ah, Tuan ini. Ekornya, Tuan. Bagi orang lain, ekor apa pun pasti enak. Mereka mengira aku… dan Tuan…. Ah, pergilah! Pergilah, Tuan. Apa Tuan tidak paham dengan ekor persoalan ini?

TUAN
Pergi? kembali berdiri di pekarangan itu? uh, apa Nyonya kira saya ini satpam! Sejak kapan Nyonya menggaji saya menjadi petugas keamanan rumah macam begini!
Memang satu meter persegi dari pekarangan Nyonya telah kubeli untuk aku dapat berdiri agar Nyonya tidak seenaknya mengusirku, tapi kan tidak  selamanya orang harus konsekuen berdiri di atas miliknya sendiri, ya kan?

NYONYA
Nama baikku, Tuan. Nama baikku nanti rusak.

TUAN
Nyonya jangan berprasangka yang bukan-bukan. Dan lagi, apa hubungan nama baik Nyonya dengan saya. Kalau sekiranya…. Ini sekiranya, Nyonya, saya berada di dalam rumah Nyonya, pantas Nyonya curiga

NYONYA
Di dalam rumahku? Ondeh Tuan, oi! Sedangkan di teras ini saja aku sudah keberatan. Jangan Tuan kira, Tuan dapat dengan leluasa berada di sini setelah berhasil membeli sekeping tanah pekaranganku.

TUAN
Nyonya di dalam rumah mendapatkan kehangatan, sedangkan saya di luar mendapat kedinginan. Apa salahnya Nyonya membagi-bagikan kehangatan Nyonya itu sedikit dengan mengizinkan saya berdiri di teras ini. Nyonya akan dituduh orang kejam, bila Nyonya mengusir seorang yang sedang kedinginan.

NYONYA
Kejam atau tidak, yang penting aku harus menjaga nama baikku. Coba Tuan piker. Ibuku sedang ada di rumah sakit. Bila seorang istri sendirian lalu didatangi lelaki, Tuan tentu tahu ekornya, bukan?

TUAN
Saya juga pernah sendirian di rumah, Nyonya. Ya, dalam keadaan seperti ini pula. Lalu datang seorang wanita cantik. Tapi, tidak terjadi apa-apa.

NYONYA
Tidak mungkin. Tuan sok alim!

TUAN
Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA
Perlu Tuan ketahui, aku memang bukan turunan bangsawan, tapi jelas bukan wanita murahan. Jika Tuan tetap berdiri di sini, aku akan berteriak sekeras-kerasnya sampai orang-orang itu datang dan menuduh Tuan memerkosaku. Tuan akan dipukul babak belur!

TUAN
Kalau saya seperti lelaki lain, pasti Nyonya sudah saya perkosa! Nyonya mengatakan, ibu Nyonya tidak ada di rumah. Nyonya mengatakan dengan penuh nafsu pula, suami Nyonya dirawat di rumah sakit. Keterangan Nyonya itu saja sudah merupakan undangan bagi setiap ellaki memerkosa Nyonya. Tapi saya tidak, Nyonya. Saya pedagang. Saya harus memikirkan untung rugi terhadap sesuatu yang akan dilakukan.

NYONYA
Apa untungnya Tuan berdiri di sini?

TUAN
Tidak ada.

NYONYA
Ruginya?

TUAN
Waktu saya terbuang beberapa lama.

NYONYA
Kalau Tuan merasa rugi, kenapa amsih juga berdiri di sini.

TUAN
Inilah yang disebut intuisi seorang pedagang barang antic! Tidak percaya? Tanya istri saya. Rugi harus dipikul lebih dulu sebelum memperoleh keuntungan. Dan, barang antic Nyonya memang harus dinantikan dengan sabar.

NYONYA
Justru yang rugi malahan aku. Tuan rugikan aku dengan Tuan di teras rumahku. Nama baikku bisa rusak.

TUAN
Jadi, Nyonya merasa nama baiknya dirugikan?

NYONYA
Iya! Iya! Ondeh Tuan, oi! Berapa kali harus kuulang!

TUAN
Astaga! Merugikan orang lain, suatu pekerjaan yang paling tercela! Saya belum pernah merugikan orang lain, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA
Makanya, Tuan harus pergi.

TUAN
Sabar sedikit Nyonya. Taksinya! Taksinya belum ada yang lewat.

NYONYA
Tuan benar-benar pedagang yang tidak mau mengerti dengan kerugian orang lain! Badak!

TUAN
Berapa kerugian yang Nyonya deritakan selama saya berdiri di teras rumah Nyonya ini?

NYONYA
O, Tuan menilai kerugianku dengan uang! Uh, tak useh ye! Apa Tuan kira semua perempuan dapat dibeli dengan uang! Ah, ekornya pasti tidak enak kalau begini.

TUAN
Lalu dengan apa kerugian Nyonya diganti!?

NYONYA
Kembali ke tempat Tuan berdiri semula. Itu sudah lebih dari segalanya.

TUAN
Hari sudah malam. Taksi belum ada yang lewat. Kalau saya berdiri di halaman, pasti orang akan mengatakan saya ini penjaga rumah Nyonya. Apalagi saya emngidap penyakit malaria

NYONYA
Pergi, Tuan! Pergi. ekornya tidak baik, Tuan. Nama baikku akan hancur berderai-derai.

TUAN
Tunggu sebentar, Nyonya. Saya memang akan pergi juga.

NYONYA
Harus sekarang!

TUAN
Ingat, Nyonya. Walau pun istri saya, bahkan ibu kandung saya sendiri, tidak berani mengusir saya seperti yang Nyonya lakukan! Tidak percaya? Tanya istri saya….

NYONYA
Tuan pedagang yang terhormat, aku tidak mau dirugikan! Tidak mau! Pergi!

TUAN
Nyonya mengatakan rugi, rugi, rugi, rugi! Nyonya rugi! Baik. Saya bayar! Berapa kerugian Nyonya! Tapi, Nyonya sendiri tidak mau dibayar dengan uang. Lalu apa harus saya bayar dengan nyawa, cinta atau celana?

NYONYA
Pergi! itu sudah pembayaran yang pantas!

TUAN
Malaria saya bagaimana, Nyonya!?

NYONYA
Bukan urusanku!

TUAN
Benar juga firasat saya. Di mana  pun juga di atas dunia ini, rumah mewah selalu tidak ramah pada tamu!

NYONYA
Tuan jangan bicara macam-macam di sini. Rumahku yang mewah ini dibuat bukan untuk kepentingan ramah tamah, tapi untuk kesenanganku dengan suamiku! Ah, ekornya Tuan. Ekornya, kritik Tuan itu sangat menggelisahkan pemilik rumah mewah lainnya. Pergilah, Tuan! Pergi. aku benci dengan orang-orang yang suka mengkritik, apalagi hanya unuk melindungi kepentingannya sendiri.

TUAN
Malaria, Nyonya. Malaria saya!

NYONYA
Tuan! Rumahku ini bukan ruamh sakit. Bukan tablet untuk obat malaria!

TUAN
Jadi, Nyonya benar-benar mau mengusir saya?

NYONYA
Tidak main-main, Tuan! Apalagi kalau berhadapan dengan orang seperti Tuan!

TUAN
Saya juga serius seperti Nyonya! Apa Nyonya kira pedagang barang antic itu orangnya santai!?

NYONYA
Aku tidak mau melayani debat kusir! Pergi!

TUAN
Persoalannya bukan persoalan kusir, Nyonya. Ini persoalan taksi, malaria, hari yang semakinlarut, mau dituduh jadi satpam atau tidak, nama baik, persoalan ekor…ekor…

NYONYA
Pergi! pergi, Tuan! Apa perlu kutanggalkan semua pakaianku agar Tuan segera berlari memelukku! Oh, oh… salah! Berlari menghindari diri karena Tuan malu melihat seorang perempuan tidak berpakaian di depan Tuan!

TUAN
Setan! Rumah Nyonya baru seperti ini sudah berani mengusirku! Ini kan gedung pertunjukan, Nyonya!

NYONYA
Ha? Gedung pertunjukan? Ah, masa bodoh! Tapi kan cukup mahal, Tuan! Terasnya dari marmer! Tuan tahu harga tempat Tuan berdiri saat ini?

TUAN
Kan hanya empat buah marmer yang terpakai untuk saya berdiri!

NYONYA
Apa? Empat buah? Tanpa pondasi? Tanpa ada marmer lainnya, keempat marmer yang Tuan injak tidak berharga sama sekali

TUAN
Berapa harga seluruh marmer dan pondasinya?

NYONYA
Jadi, ongkos tukang, pemborong, pajak dan ongkos mendapatkan ijin bangunan tidak Tuan hitung? Apa Tuan tahu kenaikan harga semen sekarang?

TUAN
Baiklah. Pembangunan rumah Nyonya ini memang tidak saya ketahui secara persis biayanya. Nah, coba Nyonya jelaskan berapa harga marmer, pemasangan, pondasi, atapnya dan….

NYONYA
Khusus eras, lima ratus ribu!

TUAN
Lima ratus ribu? Bohong! Nyonya jangan terlalu banyak mengambil keuntungan untuk rumah Nyonya sendiri.

NYONYA
Jadi, menurut Tuan berapa?

TUAN
Paling-paling tiga ratus ribu. Itu  pun sudah termasuk komisi dan pajak penjualan.

NYONYA
Apa? Tiga ratus ribu? Apa Tuan sudah gila?

TUAN
Tiga ratus lima puluh?

NYONYA
Lima ratus ribu!

TUAN
Empat ratus ribu!?

NYONYA
Lima ratus ribu. Tidak kurang satu sen  pun!

TUAN
Empat ratus lima puluh ribu?

NYONYA
Lima ratus ribu! Li-Ma-Ra-Tus-Ri-Bu! Tuan bisa bayangkan uang sebanyak itu, bukan!

TUAN (Mengambil uang dari tasnya)
Baik. Lima ratus ribu!

NYONYA
Apa itu? uang? Apa Tuan kira aku mau menjual marmer terasku?

TUAN
Ingat, Nyonya. Kita telah tawar menawar. Saya telah memenuhi harga yang Nyonya tetapkan. Nyonya tidak dapat menolak begitu saja. ini. Terima.

NYONYA
Tidak bisa.

TUAN
Jadi, Nyonya membatalkan transaksi ini secara sepihak? Nyonya bisa dituntut di pengadilan. Nyonya tahu Undang-undang perdagangan, bukan?

NYONYA
Jadi, Tuan memperdagangkan undang-undang!?

TUAN
Jangan mengalihkan persoalan, Nyonya. Kalau Nyonya tidak mematuhi undang-undang perdagangan, saya akan pergi ke pengadilan sekarang juga! Nyonya akan saya tuntut telah berbuat seenaknya terhadap konsumen. Nama Nyonya akan jatuh. Nyonya akan dipenjarakan! Bahkan, nama suami Nyonya sendiri akan dilibatkan. Rumah ini akan disita. Apa Nyonya mau resiko begitu?

NYONYA
Aku dapat berlindung di bawah Lembaga BanTuan Hukum!

TUAN
Tentu saja. tapi sementara banuan datang, Nyonya telah dipenjarakan. Potret Nyonya akan terpampang di Koran-koran dalam boks kriminal!

NYONYA
Tuan jangan menakut-nakuti. Aku cukup berani dengan gertak sambal laki-laki.

TUAN
Kalau Nyonya tidak percaya, sekarang juga akan saya buktikan! Biar hari telah larut malam begini, biar malariaku kambuh lagi, tidak jadi soal bagi saya, Saya akan berlari-lari ke pengadilan! Baru Nyonya tahu rasa!

NYONYA
Tuan benar-benar akan mengadukan ke pengadilan?

TUAN
Tidak pandang bulu, Nyonya!

NYONYA
Ekornya, Tuan. Ekornya!

TUAN
Tidak pandang ekor, Nyonya!

NYONYA
Wah, gimana ini?

TUAN
Nyonya, bilang sekali lagi “Tidak bisa” saya kan segera melompat ke halaman dan lari secepat kilat menuju pengadilan! Ayo, Nyonya! Katakan. Katakan “Tidak bisa.

NYONYA (Gugup)
Tuan hanya membeli empat buah marmerku, bukan?

TUAN
Ya.

NYONYA
Dengan harga seluruh marmer yang ada?

TUAN
Bagi saya cukup  punya Nyonya yang sedikit ini saja. saya bayar dengan harga tinggi karena saya tidak mau merugikan orang lain. Tapi, bila orang lain merugikan saya… ke pengadilan! Ke pengadilan, Nyonya!

NYONYA
Suamiku pasti marah.

TUAN
Terserah, Nyonya. Nyonya lebih suka memilih penjara daripada dimarahi suami?

NYONYA
Ibuku tentu akan memaki-makiku

TUAN
Terserah, Nyonya kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…? (Menyerahkan uang dengan paksa)

NYONYA (Menerima uang itu dengan gugup)
Ya Tuhan (mencium uang itu beberapa kali) Jadi, Tuan tidak akan mengatakannya pada siapa pun juga, bukan?

TUAN
Tidak ada urusan jual beli ini dengan siapa  pun!

NYONYA (Menghitung uang itu penuh nafsu)
Jadi, Tuan akan tetap di sini sampai… sampai… hujan reda…

TUAN
Hujan? Ya… ya, hujan! Bila besok hujan lagi, saya akn tetap berdiri di sini. Nyonya tidak berhak mengusir saya

NYONYA (terus menghitung uang) Jadi, harga empat buah marmerku lima ratus ribu? Betapa mahal Tuan telah membelinya.


TUAN
Begitulah hukum perdagangan, Nyonya. Dasarnya persetujuan, bukan mutu barang.

NYONYA (Masih menghitung uang)
Kenapa Tuan berani membelinya dengan harga tinggi?

TUAN
Kalau Nyonya sendiri yang jadi pedagang marmer, belum tentu harganya setinggi itu.

NYONYA (terus menghitung uang)
Karena mutu marmerku?

TUAN
Karena ukuran marmer Nyonya cukup untuk saya

NYONYA (Terus menghitung uang)
Cukup pas untuk Tuan?

TUAN
Permisi dulu, Nyonya. (pergi)

NYONYA
Tuan tidak ke pengadilan, bukan? (memperbaiki dandanan)

NYONYA MEMASUKAN UANG ITU KE DALAM TAS. TIBA-TIBA DATANG SEORANG NYONYA LAIN, PONAKAN A.

NYONYA
Kenapa datang tergesa? Kamu dari rumah sakit? Apa Datuk (kakek) mu memerlukan sesuatu? Apa dokter mengatakan Datukmu akan dioperasi? Katakan cepat. Saya cemas sekali dengan kedatanganmu yang tiba-tiba begini.

PONAKAN A
Aku tergesa karena memerlukan sesuatu

NYONYA
Semuanya sudah kusediakan sebelum meninggalkan rumah sakit pagi tadi. Apa lagi yang diperlukan?

PONAKAN A
Aku memerlukan keseriusan!

NYONYA
Baik, baik. Aku serius. Katakan.

PONAKAN A
Setelah kuselidiki ke sana ke mari, ternyata Datuk telah membohongi kami.

NYONYA
Kamu dibohongi? Kemenakannya sendiri?

PONAKAN A
Tak terkecuali. Tapi, benar juga. Kita akan membohongi siapa pun kalau persoalannya uang! Datukku juga begitu!

NYONYA
Kok sampai begitu?

PONAKAN A
Datuk mengatakan si pembeli tanah pusaka itu belum melunasi pembayarannya. Tapi setelah kutanya langsung pada pembelinya, uang itu telah lunas dibayar pada Datuk. Tanda bukti penerimaan uang itu ada padanya.

NYONYA
Jadi, kamu ingin menanyakan padaku tentang uang itu? maaf saaja. Aku tidak tahu sama sekali. Aku tidak berhak ikut serta dalam persoalan tanah pusaka kaum kalian.

PONAKAN A
Tapi….

NYONYA
Tapi apa?

PONAKAN A
Datuk berjanji akan membagi-bagikan uang itu pada kami. Setelah setahun di tunggu, berita saja tidak…. Apalagi pembagian uang. Tentu Datukku telah menghabiskannya sendiri.

NYONYA
Jadi kamu menganggap uang itu digunakan Datukmu untuk keperluanku?

PONAKAN A
Kalau idak, kemana larinya uang sebanyak itu? beli mobil, tidak. Pakaian mewah, tidak. Naik haji, belum! Kawin lagi, juga tidak.

NYONYA
Tanyakan saja pada Datukmu.

PONAKAN A
Dokter melarangnya bicara

NYONYA
Karenanya, kamu tidak berhak mencurigai harta bendaku

PONAKAN A
Tapi berhak mengetahui dimana uang tanah pusaka itu disimpan Datukku

NYONYA
Tidak ada hubungannya denganku

PONAKAN A
Tapi kamu istrinya, bukan!?

NYONYA
Jadi, kamu ke sini mau menuntutku?

PONAKAN A
Apa boleh buat

NYONYA
Selama empat bulan lebih, Datukmu di rumah sakit, hanya aku yang menjaga dan emnanggung biaya obat-obatnnya. Mahal. Kamu tentu tidak akan pernah tahu berapa biaya obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit kanker lidah, bukan?

PONAKAN A
Ternyata sekarang dauk belum juga boleh bicara

NYONYA
Soal Datukmu dapat bicara atau tidak, itu urusan lain. Tapi, perlu kujelaskan padamu bahwa aku sebagai isrinya elah berbuat lebih dari segalanya. Kalau suamiku itu  punya banyak kemenakan, coba mana kemenakannya yang datang atau ikut membantu biaya perawatannya? Tidak seorang  pun! Hanya kamu sendirilah yang datang, itu  pun untuk urusan tentang uang tanah pusakamu! Tapi benar juga, suamiku menganggap bahwa kemenakannya yang banyak itu hanya tahu pada hak tapi tidak pada kewajiban. Sudah begitu besarnya pengorbananku, aku malah dicurigai. Ekornya nanti. Ekor persoalan begini tidak baik.

PONAKAN A
Mungkin uang itu di simpan di Bank

NYONYA
Kamu boleh bongkar seluruh isi rumahku ini. Tidak akan kamu temui surat-surat bank di sini. Jangankan surat bank, surat kabar saja aku tidak pernah suka!

PONAKAN A
Aku khawatir penyakit yang diderita dauk selama ini disebabkan kutukan nenek moyang

NYONYA
Kutukan, katamu?

PONAKAN A
Ya. Hampir semua orang yang memakai uang dari penjualan tanah pusaka mendapat penyakit yang aneh-aneh.

NYONYA
Penyakit suamiku itu bukan penyakitt yang aneh! Tapi, Kanker! Kanker lidah! Kanker dapat menyerang apa saja, siapa saja dan dimana saja. seperti iklan Coca-Cola, heheehe….

PONAKAN A
Tapi, kenapa sampai sekarang dia masih belum boleh bicara?

NYONYA
Siapa saja yang mengidap penyakit kanker lidah saat ini, tidak akan mampu bicara apa-apa. Walau  pun, misalnya dia tidak suka melihat kemenakannya sendiri!

PONAKAN A
Diam kamu! Jangan menyinggung aku! Mungkin doktter di rumah sakit itu sengaja mengada-ada. Dia menakut-nakutimu supaya kamu cepa-cepat mina cerai!

NYONYA
Tidak. Sebelum Datukmu mendapat kanker lidah itu, dia sering kali menjila-jilat jempolnya. Waktu itu dia segera kubawa ke rumah sakit gila

PONAKAN A
Jadi, Datukku kamu bawa ke rumah sakit gila? Gila! Padahal Datukku bukan orang yang gila-gilaan!

NYONYA
Mungkin perawat rumah sakit jiwa itu yang gila, agaknya!

PONAKAN A
Gejala aneh! Pasti kena kutukan. Itulah akibatnya kalau Datuk tidak jujur dalam pembagian warisan.

NYONYA
Jujur atau tidak, lain persoalan. Walau lidah suamiku akan dipotong sekali pun, aku tetap menjadi istrinya yang setia. Suamiku selama ini merasa terasing dari kemenakannya. Itu sebabnya dia memercayaiku.

PONAKAN A
Hah! Memercayaimu daripada aku? Kemenakannya sendiri!? uh! Apa kamu kira adat kite telah berubah?

NYONYA
Kata suamiku, kemenakan sekarang hanya tahu enaknya saja. tidak ada lagi kemenakan yang mau merawat Datuknya, kalau tidak ada maksud-maksud tertentu. Katanya lagi, kalau tidak ada berada, masakan tempua bersarang rendah!

PONAKAN A
Cukup! Jangan menghina! Bila kamu sudah bosan dengannya, Datukku akan kubawa pulang ke kam pung! Katakan sekarang juga kalau kamu sudah bosan. Katakan! Datukku akan kuangkat pulang. Uh! Kamu kira posisi istri lebih menentukan daripada kemenakan.

NYONYA
Bagaimana kamu akan membawanyya dari rumah sakit, sedangkan ongkos perawatannya begitu mahal dan belum dibayar semua

PONAKAN A
Lima juta Sembilan ratus ribu rupiah akan kubayar! Aku ini kemenakannya, tahu!

NYONYA
Kalau kamu  punya uang sebanyak itu, kenapa uang tanah pusaka yang hanya sekian ratus ribu mati-matian ingin kamu dapatkan

PONAKAN A
Aku menuntut keadilan!

NYONYA
Kenapa tidak ke pengadilan saja?

PONAKAN A
Tidak perlu!

NYONYA
Jadi, kamu minta keadilan pada Datukmu yang tidak bisa bicara?

PONAKAN A
Apa kamu kira keadilan hanya milik mereka yang dapat bicara saja? jangan menghina keadilan!

NYONYA
Baik. Tapi ke mana Datukmu akan kamu bawa? Sementara, rumahmu telah disita bank karena utang yang tidak dapat kamu lunasi?

PONAKAN A
Setan. Kamu merasa berada di posisi yang kuat karena Datukku elah membuatkan kamu sebuah rumah mewah ini! Pantas uang tanah pusakan kami habis sama sekali

NYONYA
Cukup! Rumah ini tidak dibuat dengan orang lain! Kamu tahu, Datukmu itu hanya mampu memperbaiki kamar mandi saja!

PONAKAN A
Diam kamu! Datukku itu seorang bangsawan, tahu! Kamu mau dikawininya karena kamu ingin bersuamikan seorang bangsawan. Uh! Apa kamu kira seorang bangsawan harus membayar kamar seorang gundik?

NYONYA
Tutup mulutmu! Bagaimana  pun juga, aku istrinya. Tercinta dan terpercaya.

PONAKAN A
Aku kemenakannya. Yang selalu setia menjaga tanah pusaka!

NYONYA
Baiklah. Lalu, kamu mau apa?

PONAKAN A
Serahkan uang penjualan tanah pusaka kami.

NYONYA (Jengkel sekali)
Kemenakan suamiku yang terhormat, tidak serupiah  pun uangmu di simpan di sini!

PONAKAN A
Pasti ada. Pasti! Sudah kutanyakan pada dukun-dukun dan jawabannya sama!

NYONYA
Dukun? Oh, tidak. Tidak. Tidak ada di sini!

PONAKAN A
Pasti. Kalau tidak…. (mengeluarkan pisau dari dalam tas dan mengancam)

NYONYA (Gugup sekali)
Ekornya…. Ekornya tidak baik. Namaku nanti hancur.

PONAKAN A
Ekor kamu  pun akan kutusuk! Aku tidak segan-segan melakukannya biar di depan orang ramai sekali  pun!

NYONYA
Ekornya… ekornya… simpanlah. Simpan.

PONAKAN A
Kamu takut kan? Syukurlah. Aku akan takut, kalau kamu tidak takut. Ayo serahkan uang itu, kalau tidak…. (Menikam-nikamkan pisau itu ke lantai)

NYONYA
Jadi… Jadi… Kamu…. Perlu…. Uang. Baik. (mengeluarkan uang dari dalam tas)

PONAKAN A
Aku tidak perlu uangmu, tapi uang penjualan tanah pusaka.

NYONYA
Apa  pun namanya, ini tetap uang nilainya sama (Memasukan uang ke dalam tas Ponakan A)

PONAKAN A (Membiarkan tasnya begitu saja)
Tidak mau!

NYONYA
Ini. Lagi. (memasukan lagi sejumlah uang ke dalam tas Ponakan A)

PONAKAN A (Membiarkan tasnya begitu saja)
Tidak mau.

NYONYA
Ini. Lagi.

PONAKAN A
Tidak mau.

NYONYA
Ini. Lagi.

PONAKAN A (Merasa menang dan meraba-raba tasnya)

NYONYA (Merebut pisau di tangan Ponakan A dan dengan cepat menghunusnya)
Serahkan uang itu kembali!

PONAKAN A (Ketakutan)
Ekormu… ekormu… tidak baik bagi kesehatan suamimu..

NYONYA  (Gugup memegang pisau itu)
Serahkan cepat. Bagaimana  pun ekornya, uangku harus kembali!

PONAKAN A (Mundur)
Nanti namamu cacat. Nama suami juga cacat. Semua akan cacat. Cacat… (merebut pisau di tangan Nyonya dan berlari keluar)

NYONYA (Tersentak dan sadar pisaunya sudah tidak di tangannya lagi)
Uang marmerku! Uang marmerku! Marmer! Mar… mer! (Mengejar Ponakan A keluar)



LAMPU PADAM

Getting Info...

About the Author

Halo semua apa kabar, panggil saja aku Kim Wanda Young aku sangat suka sekali berbagi setitik kebahagian untuk kalian. jangan lupa follow ya .. 'just do it' :) blog yang aku kelola: - Zaramozzoe.store - Zaramozzoe.online - zaramozzoe.com - v…

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.