Harga terjangkau Vivo y27s selengkapnya👉
close
Banner iklan disini

NYONYA-NYONYA Karya Wisran hadi - DI RUANG TAMU bagian 2

PONAKAN A Siapa yang bicara akan kubungkam! NYONYA (Menangis) Uang marmerku. Uang marmerku PONAKAN A Bagianku mana? PONAKAN C Bagian apa lagi? PONAKAN A Kalau tidak dibagi rata, tak seorang pun yang bisa selamat keluar dari rumah ini
TUAN DATANG DAN LANGSUNG DUDUK DI KURSI. DIA DUDUK DENGAN SANGAT ENAK. SEMENTARA ITU, NYONYA DATANG TERENGAH-ENGAH. DIA KESAL SEKALI KARENA TIDAK BERHASIL MENGEJAR PONAKAN A. DIA TERKEJUT MELIHAT TUAN SUDAH DUDUK DI RUANG TAMU. LALU, SEMUA KEKESALANNYA ITU DILAMPIASKANNYA PADA TUAN.

NYONYA-NYONYA Karya Wisran hadi - DI RUANG TAMU bagian 2

NYONYA
Ah, Tuan lagi! Kenapa Tuan duduk di sini?

TUAN
Maaf, Nyonya.

NYONYA
Apa Tuan kira setelah berhasil membeli satu meter persegi tanah pekaranganku dan empat buah marmer teras rumahku, Tuan dapat berbuat seenaknya di sini? Tuan, kembali pada milik Tuan yang telah Tuan beli!

TUAN
Cukup lama saya berdiri di teras, di tempat milik saya. Tapi lama-lama tidak tahan juga, Nyonya. Cahaya matahari sore menimpa teras Nyonya keras sekali. Keringat saya mengalir banyak sekali, Nyonya. Panas.


NYONYA
Tuan tahu kursi itu milikku, bukan?

TUAN
Sangat tahu, Nyonya. Tapi, kalau kursi ini dinamakan kursi tamu, tentu semua tamu berhak duduk di sini.

NYONYA
Tamu yang duduk di sini adalah tamu yang diundang dan dihormati. Tuan tidak pantas dihormati karena Tuan tidak pernah kuundang.

TUAN
Diundang atau tidak, kenyataannya saya telah menjadi tamu.

NYONYA
Apa? Jadi tamu, kata Tuan?

TUAN
Ya. Karena saya telah duduk di kursi tamu

NYONYA
Ekornya, Tuan. Ekornya. Nama baikku akan cacat bila menerima tamu seperti Tuan di rumah yang sedang lengang ini.

TUAN
Saya memenuhi fungsi kursi ini sebagai kursi tamu. Jadi, tidak ada hubungannya dengan nama baik Nyonya.

NYONYA
Rumah ini masih  punya pemilik, Tuan. Jangan seenaknya Tuan di sini.

TUAN
O, tentu. Pemilik rumah ini, Nyonya bukan?

NYONYA
Kalau Tuan tahu rumah ini  punya pemilik, mestinya Tuan minta izin lebih dulu, tahu! Mentang-mentang aku menyediakan kursi tamu, lalu Tuan anggap kursi itu bisa diduduki dengan gampang tanpa prosedur.

TUAN
Kalau begitu izinkan saya duduk, Nyonya. (Berdiri dan duduk kembali)

NYONYA
Berdiri! Aku tidak mengizinkan!

TUAN
Nyonya harus member izin.

NYONYA
Ekornya Tuan, ekornya. Berapa kali harus kukatakan. Nanti bisa terjadi macam-macam.

TUAN (Berdiri dan marah)
Macam-macam bagaimana?

NYONYA
Berapa kali harus kuulang bahwa ibuku belum pulang dan suamiku masih dirawat di rumah sakit.

TUAN
Saya tidak beniat jahat, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA
Lalu, buat apa Tuan duduk di sini?

TUAN
Untuk menghindari panas matahari

NYONYA
Pakai payung!

TUAN
Payungnya lagi dipakai anak-anak menari. Tari payung.

NYONYA
Keluar kataku. Tuan tidak tahu sopan santun. Tuan tidak tahu adat!

TUAN
Negeri ini  punya adat, Nyonya.  Harimau dalam perut, kambing jugalah yang harus Nyonya keluarkan. Masa Nyonya mau melanggar adat hanya karena emosi.

NYONYA
Harimau, kambing, atau gajah seakli pun harus keluar dari rumah ini. Keluar!

TUAN
Baik, Nyonya. Saya keluar. Tapi bolehkaah saya meminjam kursi ini untuk duduk di teras?

NYONYA
Apa? Tuan mau meminjam kursi ini? Membawanya keluar? Tuan! Bila kursi ini tidak berada lagi di ruang tamu, namanya bukan lagi kursi tamu. Tuan jangan coba-coba mengubah nama barang-barang yang berada di rumahku ini.

TUAN
Memenuhi fungsi sebuah kursi, tidak boleh. Mengubah namanya, tidak boleh. Apa kursi ini begitu keramat sehingga Nyonya mati-matian memertahankannya?

NYONYA
Harganya mahal, Tuan!

TUAN
Benar. Pantas enak sekali diduduki (duduk)

NYONYA
Tentu saja enak, Tuan! Di mana-mana kursi empuk selalu enak diduduki. Apalagi pada saat sekarang ini.

TUAN
Memang wajar Nyonya mempertahankannya. Pantas Nyonya tidak mau tahu lagi dengan adat dan sopan santun. Tapi maaf, Nyonya. Bagaimana  pun juga Nyonya mempertahankan. Yang jelas kursi ini sudah ketinggalan mode.

NYONYA
Ketinggalan mode? Apa Tuan sudah gila? Tuan tahu, harga kursi empuk begini sekarang tinggi.

TUAN
Mode sudah ketinggalan dan tidak cocok pula dengan ruang tamu yang begini luas.

NYONYA
Cukup! Tuan tidak kuizinkan duduk di sini, malah Tuan bicara macam-macam! Hampir semua orang ingin kursi begini, tahu!

TUAN
Laris, maksud Nyonya!?

NYONYA
Ya. Karena mahalnya.

TUAN
Yang laris biasanya murah, Nyonya.

NYONYA
Murah, kata Tuan? Tuan tahu berapa kubeli? Tidak bukan? Tiga ratus ribu!

TUAN
O, hanya tiga ratus ribu.

NYONYA
Itu harga sebelum penyesuaian, Tuan. Kalau sekarang harganya sudah dekat satu juta. Tuan jangan terlalu merendahkan harga kursi ini.

TUAN (Menendang kursi)
Masa kursi begini harganya sampai satu juta! Gila apa! Paling mahal dua ratus ribu!

NYONYA
Tuan! Tuan tidak perlu menendang kursiku! Saudagar macam apa ini!? Tidak tahu harga pasaran!

TUAN
Barang bekas selalu jatuh harga, Nyonya.

NYONYA
Misalkan barangku ini barang bekas, seharga enam ratus ribu  pun aku tidak akan menjualnya.

TUAN
Nyonya tidak mau menjualnya karena fungsinya atau karena empuknya?

NYONYA
Karena namanya. Mungkin saja ada kursi taman sejenis kursi tamuku ini, tapi kursi taman bukan kursi tamu, bukan?

TUAN
Apa Nyonya mau melepaskannya bila kubayar enam ratus ribu?

NYONYA
Belum kulepaskan. Naik.

TUAN
Enam ratus dua puluh lima?

NYONYA
Naik lagi.

TUAN
Enam ratus lima puluh?

NYONYA
Naik lagi

TUAN
Enam ratus tujuh puluh lima?

NYONYA
Naik lagi

TUAN
Tujuh ratus!

NYONYA
Tuan, kenaikan dua puluh lima dari tawaran. Tuan memperlambat proses jual beli. Terbukti Tuan bukanlah pedagang yang pintar.

TUAN (Mengeluarkan uang dari tasnya)
Ini. Tujuh ratus ribu!

NYONYA
O, o, Tuan. Apa itu? Uang? Tujuh ratus ribu?

TUAN
Tak kurang serupiah  pun! (Menyerahkan uang itu)

NYONYA (Menerima uang itu dengan penuh nafsu, tapi pura-pura gugup) Jadi, TTuan membeli sebuah kursi seharga tujuh ratus ribu? Tuan. Tuan. (Pura-pura menangis) aku tidak akan menjualnya, Tuan (menangis)

TUAN
Hati-hati kalau menghitung uang, Nyonya. Ramalan cuaca boleh keliru. Tapi keliru menghitung uang, cuaca bisa berubah.

NYONYA (Terus menghitung uang, menangis)
Tidak. Tidak. Aku tidak akan menjualnya. Nanti suamiku akan kehilangan kursi. Ibuku akan jatuh pingsan karena tidak  punya kursi lagi.

TUAN
Ingat, Nyonya. Pembatalan secara sepihak dalam perdagangan bisa dituntut di pengadilan.

NYONYA
Jadi, Tuan akan menuntutku ke pengadilan? Jangan, Tuan. Ekornya, Tuan. Ekornya kurang enak.

TUAN
Bila Nyonya berusaha membatalkannya, saya pasti akan menuntut. Sewaktu-waktu saya bisa saja nekat, Nyonya. Tidak percaya? Tanya istri saya.

NYONYA (Terus menghitung uang, pelan-pelan mundur)
Ekornya, Tuan. Ekornya. Aku tidak akan menjualnya, Tuan. Ekornya, Tuan.. (Terus masuk ke kamarnya)

TUAN (Menarik napas)
Rugi! Tapi tidak jadi soal. Anggap saja menanam modal (Duduk lagi)

TIBA-TIBA ISTRI DATANG. TUAN SEDIKIT GUGUP

TUAN
Halo sayang….

ISTRI (Naik pitam)
Apa halooo? Apa sayaaang? Nasi sudah dingin gara-gara menunggumu! Katanya, kau akan pulang cepat! Nyatanya parkir di sini! Lalu, kau bilang “Halo sayang” bilang saja “Halo Babu!” ,”Halo Kucing dapur!” sudah beranak tujuh masih bilang sayang hah….! Di rumah orang lagi!

TUAN
Sabar, sabar sayang. Kau harus mengerti bagaimana peliknya dunia bisnis. Berkali-kali hal seperti ini kukatakan, tapi kau tidak kunjung paham. Aku baru saja terlibat pertengkaran. Masa kursi begini dikatakan harganya enam ratus ribu?

ISTRI
Mestinya berapa?

TUAN
Dua ratus ribu sudah terlalu mahal. Tapi memang, semua kursi yang berada pada ruangan tertentu harganya pasti naik menurut fungsi ruangannya.

ISTRI
Kau pedagang barang antic, bukan pedagang kursi bekas. Kenapa pertengkaran sampai pada harga kursi? Pasti ada apa-apanya.

TUAN
O, tentu ada apa-apanya, saying. Kursi ini cukup antic. Tidak percaya? Tanya istri saya, eh,eh… ya, istri saya, ini, kau. Kau, kau kau memang istriku. Ah, saya sedang berusaha mencari kursi-kursi begini untuk anggota baru.

ISTRI
Anggota baru? Anggota parlemen maksud kau?

TUAN
Eh, maksudku, langganan baru.

ISTRI
Kursi yang masih diduduki pemiliknya sudah kau tawar, tenu saja dapat menimbulkan pertengkaran.

TUAN
Kalau dia mau menjual, apa salahnya bukan?

ISTRI
Semua orang pasti berusaha mempertahankannya. Apalagi kursi seperti ini. (Duduk) empuk lagi. Berapa harganya?

TUAN
Enam ratus ribu

ISTRI
Berapa kau tawar?

TUAN
Kubayar tujuh ratus ribu

ISTRI (Berdiri)
Harganya enam ratus ribu dibayar tujuh ratus ribu. Ini kan gila!

TUAN
Ini perdagangan klasik, istriku. Kau harus dapat memahaminya. Barang bekas selalu lebih tinggi harganya di mata pedagang barang antik

ISTRI
Hanya untuk kursi macam begini?

TUAN
Istriku saying, kau jangan main-main. Resesi ekonomi dunia membuat harga kursi naik pada politik dan kau pasti akan sulit lagi memahaminya semua kawasan Negara berkembang. Ini.

ISTRI
Kursi di rumah kita lebih antic dari kursi ini. Tapi kenapa kau jual begitu murah?

TUAN
Siasat, kataku. Siasat. Siasat dagang, saying. Kalau kita tidak  punya kursi lagi di rumah. Semua anak-anak kita akan aman. Mereka tidak akan berkelahi memperebutkan kursi. Betapa ributnya rumah kita setiap hari. Kita mau tidur, mereka berebutan kursi. Dan celakanya, kursi itu mereka jadikan mobil-mobilan, kereta api=kereta apian, kapak-kapalan, rumah-rumahan. Erus terang, aku tidak suka anak-anak kita mempergunaka kursi untuk mendapatkan mobil, rumah, kapal dan sebagainya itu!

ISTRI
Kalau mereka masih anak-anak, tidak apa.

TUAN
Kalau kita biarkan, mereka akan rebutan kursi sampai tua!

ISTRI
Teorimu baik sekali. Tapi, apa kau tahu yang terjadi siang tadi?

TUAN
Mana aku tahu. Aku sibuk bisnis, kan.

ISTRI
Karena mereka ingin kursi, anak tetangga dijadikannya kursi. Bahkan si bungsu, kompor yang sedang menyala didudukinya. Mereka menganggap itulah yang tepatt dijadikan kursi.

TUAN
Akh, kau terlalu berlebihan.

ISTRI
Sekarang begini saja. daripada anak kita sakit karena selalu memimpikan kursi, sebaiknya kursi ini dibawa pulang.

TUAN
Kursi yang ini?

ISTRI
Iya. Sudah dibayar, kan?

TUAN
Jangan sekarang. Kursi ini untuk langgananku.

ISTRI
Kau selalu saja menunda keperluan mereka akan kursi. Aku akan panggil becak!

TUAN
Kursi ini akan dibawa dengan becak? Ah, jangan. Nanti harganya jadi turun.

ISTRI
Yang penting anak-anak kita, bukan harga kursi. (Pergi keluar) becak. Becak. Bawa kursi saya.

TUAN
Jangan. Kursi ini akan dijual!

ISTRI (Di luar)
Becak! Becak! Bawa kursi saya!

TUAN (Berlari keluar)
Kursi ini akan dijual!

ISTRI (Masuk lagi)
Becak! Becak! Becak! Bawa kursi saya! Becak! Becak! Bawa kursi saya. (Terus keluar)

DUA NYONYA LAINNYA (PONAKAN B DAN PONAKAN C) DATANG DARI ARAH LAIN

PONAKAN B
Ini rumahnya! Uh! Lebih mewah daripada rumah kepala imigrasi!

PONAKAN C
Baru lagi! Besar dan mewah

PONAKAN B
O, pantas! Uang pusaka kita dihabiskan Datuk untuk membangun rumah ini!

PONAKAN C
Persoalan ini harus diselesaikan sampai tuntas

PONAKAN B
Sampai ke akar-akarnya! Hari ini juga!

PONAKAN C
Mana istrinya? Takut menemui kita?

PONAKAN B
Maklum. Wanita muda kalau bersuami tua, apalagi kalau suami sedang terbujur di rumah sakit tentu saja kerjanya… nah, dia datang!

PONAKAN C
Ayo, mulai! Jangan berubah dari rencana!

NYONYA DATANG, PONAKAN B DAN C MENGUBAH SIKAPNYA

NYONYA
Ada tamu rupanya?  Kapan datang? Sudah lama tidak pulang kampong. Apa sudah ke rumah sakit? Bagaimana kabar sekarang? Katany, kalian bersuamikan orang berpangkat tinggi. Sudah kaya ya. Pantas tidak mau menengok kampong lagi. Kenapa diam saja? letih barangkali? Penat?

PONAKAN C (Pada Ponakan B)
Dia mulai gugup

NYONYA
Wah, keadaan Datukmu menyedihkan sekali. Sudah enam bulan lebih dia dirawat di rumah sakit. Kalian pulang untuk menjenguk Datukmu atau hanya sekedar berlibur? Atau karena suami kalian lagi ikut seminar pedesaan di sini?

PONAKAN C
Lidah Datuk akan dipotong!

NYONYA
Akan di potong? O, kalau begitu kalian sudah dari rumah sakit? Dokter mana yang mengatakan begitu? salah dengar barangkali?

PONAKAN C
Salah dengar, salah dengar. Setiap hari telingaku dibersihkan, tahu!

NYONYA
Jadi, kalian bukan salah dengar? Baik. Dokter mana yang mengatakan lidah Datuk akan dipotong? Dokter yang tinggi? Yang pendek? Yang gendut? Yang suka merokok? Yang suka beli nomor? Ah… masa lidah Datuk akan dipotong. Mungkin dokter itu berseloroh atau menakut-nakuti….

PONAKAN B
Lidahnya dipotong! Iii!

PONAKAN C
Dan, semua persoalan akan tertutup

NYONYA
Ada apa sebenarnya? Kok bicaramu ketus sekali. Coba bicara seperti dulu lagi. Saat-saat kalian dalam kesusahan. Lunak gigi daripada lidah. Aku kan istri Datukmu, ya kan?

PONAKAN B
Dan Datuk kami telah membayar cintanya dengan mahal sekali kepadamu

PONAKAN C
Semua uang hasil penjualan tanah pusaka kami telah dibayarkan untuk cintanya!

PONAKAN B
Ini tidak wajar!

PONAKAN C
Melanggar adat.

PONAKAN B
Ternyata Datukku sendiri yang menerima kutukan! Ini tidak adil!

PONAKAN C
Padahal yang menghabiskan uang itu bukan dia sendiri

PONAKAN B
Kini lidahnya akan dipotong

PONAKAN C
Dan, dia tidak akan pernah lagi bisa berbicara

PONAKAN B
Akhirnya, kami kehilangan jejak mencari uang itu

PONAKAN C
Uang itu harus didapatkan!

PONAKAN B
Sekarang juga!

PONAKAN C
Kalau tidak, terpaksa kami bertindak!

PONAKAN B
Tidak ada lagi yang dapat menahan kesabaran kami!

PONAKAN C
Hari ini mesti beres

PONAKAN B
Selesai secara tuntas

PONAKAN C
Hari ini adalah hari penenTuan!

PONAKAN B
Apakah uang itu ada, dan berada dimana

PONAKAN C
Hari ini hari kepastian!

PONAKAN B
Apakah uang itu mau diserahkan atau tidak (Berbisik pada Ponakan C) apa lagi? Aku lupa

PONAKAN C (Pada Ponakan B)
Bank dan penyitaan

PONAKAN B
Kalau uang masih berada di bank, harus segera dikeluarkan

PONAKAN C
Kalau masih di simpan di sini, harus diserahkan pada kami

PONAKAN B
Bila uang itu sudah habis, semua kursi yang ada akan disita

PONAKAN C
Becak telah menunggu di depan!

PONAKAN B
Semua akan dijadikan barang bukti di pengadilan

PONAKAN C
Jaksa telah siap mengajukan tuntutan!

PONAKAN B
Pengadilan akan….

NYONYA (Menjerit sekuat-kuatnya)
Aaaaai! Ya am pun. Bagaimana ini? Kalian akan mengadukan aku ke pengadilan? Ekornya. Ekor persoalan ini tidak baik. Ya, am pun. Jadik kedatangan kalian berdua hanya untuk itu? bukan untuk melihat Datukmu yang lagi sakit? Apa kalian tega mengadukan istri Datukmu sendiri ke pengadilan?

PONAKAN C
Bukan kau, tapi Datuk kami

NYONYA
Bagaimana menuntut seseorang yang tidak bisa bicara lagi?

PONAKAN C
Kami  punya bukti yang cukup

PONAKAN B (mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya)
Ini bukti tertulis. Pengakuan Datuk kami

NYONYA
Jadi, dia mengaku? Apa yang diakuinya?

PONAKAN B (Membaca kertas itu berbisik-bisik)
Pokoknya, uang tanah pusaka telah diserahkan pada istrinya.

NYONYA
Aku? Aku? Serupiah  pun aku tidak menerima uang itu

PONAKAN B
Tapi, rumah mewah ini? Dengan kursi-kursinya?

NYONYA
Ibuku yang membelikannya

PONAKAN C
Tidak mungkin

NYONYA
Kami telah bekerja keras membangun rumah ini dan membeli semua perabotannya. Kami terpaksa menjadi penangis pesanan pada setiap acara kematian. Kami menangis dan kami dibayar! Tidak ada uang orang lain yang kami pakai

PONAKAN C
Jadi, kau menyangkal bahwa rumah ini dibeli dengan tanah pusaka kaum kami?

NYONYA
Jadi, menurut kalian uang itu ada di sini?

PONAKAN C
Menurut kertas ini

NYONYA
Coba lihat

PONAKAN C
Bukan urusanmu

NYONYA
Aku tidak percaya

PONAKAN C
Tidak percaya, ya sudah. Lihat saja di pengadilan nanti

NYONYA
Pengadilan? Ya am pun. Namaku… ekornya…. (ketakutan) baiklah. Baik. Ya, ya… aku mengakui sesuai dengan pengakuan suamiku. Ya, ya uang itu ada di sini. Biar kuambil (Lari kedalam)

PONAKAN C (Lega)
Kena batunya

PONAKAN B
Kalau tidak karena siasatku, belum tentu kita berhasil

PONAKAN C
Ini berkat semua rencana yang telah kususun secara mantap

PONAKAN B
Tapi, aku yang mengajukan ide begitu, bukan?

PONAKAN C
Idemu kan tidak sempurna. Akulah yang putar otak menyempurnakan semuanya

PONAKAN B
Tapi ketegasanku bicara tadi bagaimana? Meyakinkan, bukan!?

PONAKAN C
Kalau tidak kuingatkkan sewaktu kau adi lupa, pasti rencana ini berantakan

PONAKAN B
Ideku cukup cemerlang

PONAKAN C
Semua ini berkat keunggulanku

PONAKAN B
Aku, kataku!

PONAKAN C
Aku. Aku. Atau, aku ebrteriak-teriak mengatakan bahwa semua ini kehebatanku!

PONAKAN B
Ssst… dia datang!

PONAKAN C
Simpan kembali kertas itu. nanti ketahuan

NYONYA DATANG DAN MENYERAHKAN SEJUMLAH UANG

NYONYA
Ini uangnya

PONAKAN C
Berapa?

NYONYA
Tujuh ratus ribu

PONAKAN C
Hanya segini? (mengambil uang itu dari tangan Nyonya)

NYONYA
Ya. Itu  pun telah kutambah dengan uangku sendiri

PONAKAN C
Tidak soal. Yang penting jumlahnya (menghitung uang)

PONAKAN B
Langsung dibagi, kan?

PONAKAN C
Tentu, tentu.

PONAKAN B
Bagi rata, kan?

PONAKAN C
O, tentu. Tentu (menyerahkan sejumlah uang)

PONAKAN B (Menghitung uang yang diterimanya)
Hanya dua ratus ribu?

PONAKAN C
Kita memang  punya hak sama. Tapi, dalam hal tertentu selalu berbeda

PONAKAN B
Jadi perbedaannya berdasarkan apa?

PONAKAN C
Berdasarkan keperluan. Keperluanku lima ratus ribu

PONAKAN B
Dan keperluanku hanya dua ratus ribu?

PONAKAN C
Kau istri pegawai rendah, perbelanjaanmu tentu rendah pulan

PONAKAN B
Apa hubungan pembagian ini dengan status kepegawaian suami?

PONAKAN C
Istri pegawai rendah dan pegawai tinggi  punya keperluan yang berbeda. Di mana-mana begitu. Masa kau lupa pangkat suamimu?

PONAKAN B
Wah, bagaimana ini? Tidak adil

PONAKAN C
Kalau mau dapat bagian yang sama, suami harus naik pangkat dulu empat kali lipat. Dan, itu tidak bakal tterjadi dalam dunia kepegawaian

PONAKAN A DATANG DENGAN PISAU TERHUNUS

NYONYA
Nah, itu dia! Uang marmerku! Uang marmerku!

PONAKAN C
Kau mau apa kesini! Pergi!pembagianmu sudah kau terima sendiri bukan?

PONAKAN A
Siapa yang bicara akan kubungkam!

NYONYA (Menangis)
Uang marmerku. Uang marmerku

PONAKAN A
Bagianku mana?

PONAKAN C
Bagian apa lagi?

PONAKAN A
Kalau tidak dibagi rata, tak seorang  pun yang bisa selamat keluar dari rumah ini

PONAKAN C
Jadi kau gunakan pisau untuk mengancamku? (Mengeluarkan pisau yang lebih besar) ini! Aku  punya yang lebih besar!

NYONYA
Jangan berbunuhan. Jangan. O, uang marmerku. Uang kursiku. Jangan berbunuhan. Ekornya. Ekornya.

PONAKAN A
Diam! Ekorku lebih besar lagi tahu! Ayo cepat. Keluarkan bagianku!

PONAKAN B
Kalau begini caranya, aku juga bisa lebih nekat! (Mengeluarkan pisau yang lebih besar dari dalam tas)

NYONYA
Jangan berbunuhan! Jangan. Ah! Ya am pun…. Ekornya…. Ekornya…. (Keluar)

KETIGA PONAKAN LEGA DAN SALING BERSALAMAN. MEREKA TERTAWA CEKIKIAN.

PONAKAN C
Dengan uang ini, nama kita sebagai kemenakan akan pulih kembali. Kita bayar semua ongkos rumah sakitnya!

PONAKAN A
Ya. Dengan begitu, tidak ada seorang  pun lagi yang menuding kita. Kita harus buktikan bahwa sampai sekarang para kemenakan masih setia dan hormat pada Datuknya.

PONAKAN B
Ya. Bila ongkos rumah sakit telah terbayar, orang-rang tidak lagi menuduh kita tidak tahu adat.

PONAKAN C (Berteriak)
Kami adalah bukti kesetiaan pada….

PONAKAN A
Tunggu! Kita harus bersama-sama!

BERTIGA (Berteriak sambil mengacungkan pisau ke udara)
Kami adalah bukti kesetiaan kepada….

PONAKAN B (Sadar)
E, e, e pisaunya disimpan dulu. Disimpan.

BERTIGA (Berteriak lebih keras setelah menyimpan pisau kedalam tas)
Kamilah pewaris adat negeri ini! Tak lekang dek panas! Tak lapuk dek hujan! (Lalu keluar sambil bergoyang pinggul) Ekornya…. Ekornya…. Ekornya…..

LAMPU PADAM


Getting Info...

About the Author

Halo semua apa kabar, panggil saja aku Kim Wanda Young aku sangat suka sekali berbagi setitik kebahagian untuk kalian. jangan lupa follow ya .. 'just do it' :) blog yang aku kelola: - Zaramozzoe.store - Zaramozzoe.online - zaramozzoe.com - v…

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.